Diskursus Sipil Positif melalui Pembelajaran EFL
Pendahuluan
Pengaruh pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan perkembangan dunia semakin cepat, pertumbuuhan ekonomi, budaya dan sosial semakin cepat dan sangat mudah. tidak adanya jarak yang memisahkan antara satu individu di negara yang satu dengan individu lainnya di negara lain pula, tidak terbatas jarak dan waktu semua hanya dilakukan dengan satu bidikan maka semuanya terbuka dengan gamblang.
pengaruh tersebut telah pula mempengaruhi di segala lini kehidupan bernagsa dan bernegara, pengaruh tersebut telah pula mengubah prilaku cara belajar anak, interaksi sosial dilakuakan melalui media elektronik sehingga interaksi sosial yang seharusnya meningkatkan hubungan pribadi yang satu dengan yang lainnya menjadi bias sehingga rasa ego pun muncul dengan kuatnya.
Pengaruh pada cara belajar oara pelajar pun kini semakin berubah, mereka tidak merasa tertantang untuk mengasah pengetahuan nya dengan cepat dan melekat lama tetapi mereka menerima jawaban instan sehingga pengetahuan yang mereka peroleh hanya berumur sebentar saja, ditambah lagi dengan perubahan prilaku dikalangan pelajar yang sudah tidak lagi mengenal toleransi dan kerjasama yang diartikan negarif saja sehingga mengakibatkan maraknya kekerasan dikalangan pelajar, pergaulan bebas marak terjadi dengan seringnya didengan pemberitaan yang menyebutkan adanya anak usia Sd memperkosa temannya sendiri dan dengan tidak adanya sikap peduli yang diwujudkan dengan adanya sikap toleransi dan kerjasama mengakibatkan kerap terjadinya tawuran antar pelajar baik di tingkat dasar maupun mahasiswa
Denagn adanya diskursus tersebut mengakibatkan kekhawatiran yang luarbisa dikalangan praktisi pendidikan dan orang tua serta masyarakat pada umumnya. sementara pendidikan diharapkan dapat mengubah dikursus sipil negataf tersebiut kedalam diskursus sipil positif sehingga fungsi pendidikan yang menciptakan manusia yang beriman, taqwa dan berakhlak mulia (UU no 20 tahun 2003 pasal 3)
Diskursus Sipil Positif
Istilah Diskursus
adalah permintaan orang untuk mendengar dengan hormat 1atas pernyataan orang
lain Gerhart (2009). Rehm mengemukakan bahwa Diskursus sipil adalah
kemampuan kita dalam berkomunikasi tentang topik-topik yang kita tidak setujui
dan kemampuan kita dalam mendengarkan masing-masing perspektif. Gergen menggambarkan
diskursus sebagi bahasa yang ditujukan untuk mencapai tujuan dan mensyaratkan
untuk menghargai partisipan lain seperti pembaca.
Diskursus sipil
seperti yang diungkapkan Gergen sama dengan diskursus ethik bahkan lebih
simpel. Mengambil dari diskursus Gergen’s diharapkan untuk memegang aturan
etik, aturan aturan tersebut termasuk tujuan, kedamaian, tanpa judgement.
Diskursus sipil merupakan diskusi yang masuk akal dibandingkan dengan sebuah
emotional display. Diskursus sipil telah digunakan oleh perwakilan dalam
konvensi konstitusional. Diskursus sipil dimulai dengan memperlihatkan rasa hormat
selama perbedaan pendapat-pendapat. Pada saat bertukar pendapat atau ide
khususnya dalam topik hangat seperti politik, hal itu akan menjadi suatu
tantangan dalam menjaga aturan dalam perdebatan. (http://www.ehow/how
7853735 reclaim-civil -discourse.html).
Diskursus sipil
dimulai dengan menunjukan rasa hormat atas perbedaan pendapat. Ketika bertukar pendapat khususnya pada topik
yang lagi hangat seperti politik pada saat emosi memuncak pada saat
berdebat maka diperlukan pengaturan
dalam mengontrol emosi diri, menunjukan
rasa hormat dalam perbedaan pendapat bahkan
dengan lawan sekalipun. Masyarakat dipertontonkan dengan diskursus sipil
negatif melalui debat yang ditayangkan melalui
Televisi, dari amarah yang terdengar, tidak ada maaf yang terlontar dan
menyakitkan hati. Merupakan hal yang tidak boleh berlaku dalam kehidupan berdemokratis. Maka
diskursus sipil positiflah yang senantiasa di pertunjukan kepada siswa-siswaSebenarnya
diskursus sipil positif menunjukan tingkah laku yang positif sementara yang
negative secara tidak langsung diperoleh dari tingkah laku yang kasar pada saat
diskusi (Rwe, 2003) dalam Apriliaswati,
(2011:16). Diskursus sipil positif merupakan interaksi social yang baik dan
perlu di praktekan dan atau dilatihkan karena membangun rasa hormat kepada
orang lain tidak dapat terjadi dengan salah satu pengalaman pemebelajaran saja
tetapi perlu di aktualisasikan dengan nyata.
Melalui
diskursus sipil positif pembelajaran menghargai orang lain, belajar
mendengarkan pendapat orang lain, belajar mengajukan pertanyaan dan berargumen
dengan baik merupakan hal-hal positif yang ditanamkan melalui praktek-praktek
berkelompok dalam setiap pembelajaran dengan senantiasa mengedepankan nilai
bekerjasama dan toleransi yang terkandung dalam setiap proses interaksinya
dengan melakukan saling mendengar
dengan penuh perhatian, berbagi pendapat walaupun tidak sependapat, berani mengajukan pertanyaan, berani
berargumen dan akhirnya menghasilkan kesepakatan dengan rukun tanpa saling
merasa benar.
English Foreign Language (EFL)
Pembelajaran
bahasa asing diarahkan kepada pemberian
keterampilan hidup (life skill) yaitu
kemampuan untuk berkomunikasi baik lisan maupun tulisan di mana keterampilan
berkomunikasi tersebut merupakan alat yang sangat di perlukan dalam
berinteraksi dalam kehidupan bersosial.
Sebagai alat
komunikasi bahasa dibutuhkan oleh setiap orang. Orang yang belajar bahasa maka
dia belajar bagaimana menggunakan bahasa dalam konteks yang tepat. Pembelajaran
bahasa di sekolah adalah bagaimana menciptakan siswa bisa menggunakan bahasa
tersebut dalam ineteraksi sosial. Model Bahasa yang digunakan dalam Kurikulum
Bahasa Inggris 2004 yang menganggap bahasa sebagai sarana menciptakan interaksi
sosial telah menempatkan bahasa dalam konteks budaya dan konteks situasi
(Depdiknas 2004). Konteks budaya akan
melahirkan berbagai jenis teks dan konteks situasi akan menentukan bahasa yang
akan kita pilih.
Bahasa Inggris bagi Bangsa Indonesia merupakan
bahasa asing (English foreign language) dimana dalam pembelajarannya dibutuhkan
keterampilan seorang guru sehingga para pembelajar tidak merasa bahwa bahasa
Inggris sebagai bahasa asing (EFL) bagi dirinya sehingga menyulitkan mereka
yang akan berdampak pada ke engganan para pembelajar untuk mempelajari bahasa
Inggris tersebut.
Implementasi Diskursus Sipil Positif melalui pembelajaran EFL
Guru
yang memiliki kompetensi khususnya kompetensi pedagogic sesuai dengan UU Guru
dan Dosen No 14 tahun 2005 dimana guru dalam mengelola pembelajaran haruslah
menggunakan strategi strategi yang memudahkan pembelajar dalam mempelajari
bahasa Inggris (EFL).Penerapan pengembangan diskursus sipil positif pada
pembelajaran EFL (English Foreign Language) khususnya melalui pembelajaran kooperatif
model country and ambassador yaitu dengan cara kelas dibagi menjadi delapan
kelompok masing-masing kelompok terdiri dari empat atau lima orang anggota,
lalu kelompok tersebut dinamai dengan suatu Negara (country) lalu ketuanya dinamai Ambassador dan anggota yang lainnya disebut warga negara
(citizen). Kemudian Guru memanggil
Ambasador untuk diberi penjelasan tentang indikator-indikator sikap yang
terkandung dalam diskursus sipil positif
yang harus disampaikan kepada warga negaranya sampai mereka paham dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Beberapa menit kemudian
Ambassador di panggil untuk berkumpul
memilih sekertaris jendral PBB, pada tahapan ini guru dapat langsung melihat
proses pemilihan dan indicator-indikator
diskursus sipil positif tercermin dari sikap masing-masing Ambasador.
Setelah penentuan sekertaris jendral PBB Lalu Ambasador kembali ke negaranya
dengan membawa tugas materi pelajaran yang harus di diskusikan bersama-sama. Setelah selesai
Ambasador mendiskusikan hasil kerja Warga Negaranya dengan Ambassador lainya,
sementara salah seorang Warga Negara dari masing-masing negara (country) berkunjung ke Negara lain untuk menyampaikan
hasil diskusinya dan mendiskusikannya dengan negara tersebut guna
mendapatkan hasil yang paling baik.
Penilaian
Diskursus sipil positip pada pembelajaran EFL
Penilaian
merupakan alat ukur yang digunakan atas keterampilan tertentu sehingga dapat
terlihat hasil yang baik setelah
pemeriksaan secaraLalu bagaimana cara melakukan penilaiannya? Proses penilaian dilakukan dpada saat terjadi
diskusi dalam kelompok maupun dengan kelompok lain guru menilai keterterapan
diskursus sipil positif yang telah disampaikan Ambassador melalui pengamatan
selama proses pembelajaran, penilaian diri, penilaian teman sebaya. Penilaian
tersebut dengan kriteria penilaian terendah adalah belum terlihat, mulai
terlihat, terlihat dan tingkatan paling tinggi atau baik adalah pada tahapan
membudaya. Dalam kurikulum 2013 penilaian penerapan diskursus sipil positif
merupakan penilaian sikap (KI 2).
Bersamaan
dengan itu penilaian pun terjadi terhadap hasil belajar Bahasa Inggris itu
sendiri melalui jawaban-jawaban yang
dihasilkan secara berkelompok selama proses pembelajaran dan melalui tes akhir (post test).
Dalam Kurikulum 2013 penilaian ini termasuk pada penilaian
pengetahuan dan keterampilan (KI 3 dan KI 4).
Kesimpulan dan saran
Dalam rangka menanggulangi pengaruh negatif dari pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang melanda para pelajar maka dilakukan pengembangan karakter peduli yang indikatornya adalah toleransi dan kerjasama. Diskursus sipil positif yang dikembangkan oleh guru mata pelajaran EFL dapat meningkatnya karakter peduli dengan indikator intinya adalah toleransi dan kerjasama sehingga tumbuh kembali sikap toleransi, mereka mau bekerjasama untuk mewujudkan perdamaian dan melakukakan hal-hal kebaikan dalm interaksi sosialnya.
saran: diperlukan guru-guru yang berkomitmen tinggi dalam bertugas sehingga meningkatkan keefektifan dalam prosesamin yarobal alamin.. belajar sehingga diskursus sipil positif dapat berkemabng dengan mudah
demikian uraian singkat ini semoga dapat bermanfaat bagi kita semua